Sejarah Psikologi : Hubungan Antara Kecenderungan Metafisika Dan Kecenderungan Empiris

Hubungan Antara Kecenderungan Metafisika Dan Kecenderungan Empiris - Meskipun fenomena psikis semua datanya paling mudah diakses, sejarah psikologi menjadi saksi atas kesulitan yang ekstrim untuk mendapatkan titik pandang yang tepat dalam studi tentang fenomena yang sedang dibahas.
Hubungan Antara Kecenderungan Metafisika Dan Kecenderungan Empiris
Kecenderungan Metafisika Dan Kecenderungan Empiris


Pengertian dan Konsep Empirisme

Psikologi memang muncul dengan mengejutkan sejak awal sebagai salah satu di antara ilmu-ilmu yang Iain, tetapi selama berabad-abad psikologi tidak Iebih dari sekadar mencerminkan prasangka dan kesimpulan filsafat.

Ketika sudut pandang dunia metafisik berpindah ke ranah fenomena alam sadar, yang terakhir ini muncul sebagai manifestasi atau modus aktivitas jiwa, suatu entitas yang biasanya dianggap sangat substansial.

Fenomena tertentu mengenai kesadaran disimpulkan dari definisi konseptual tentang jiwa. Berdampingan dengan psikologi metafisik muncul psikologi empiris yang membuat objek introspeksi fenomena psikis, dan berusaha untuk menunjukkan hubungan ilmiah di antara keduanya.

Kecenderungan metafisis dan empiris tidak berarti keduanya masing-masing dalam keadaan eksklusif. Bahan empiris sampai batas tertentu digunakan dalam setiap jenis psikologi metafisik, dan psikologi empiris, di sisi lain menimbulkan masalah yang benar sebagai milik metafisika.

Dalam hal ini, psikologi tidak berbeda dari ilmu-ilmu faktual lainnya. Dan jika masalah metafisik muncul Iebih pasti dalam psikologi daripada di beberapa ilmu-ilmu yang lain, tak diragukan Iagi hal ini karena kedekatan antara modus subjektif dalam melihat isi kesadaran dan refleksi atas Hubungan diantara Kecenderungan Metafisika Dan Kecenderungan Empiris.

Nah meskipun kita tahu bahwa fenomena psikis dan semua datanya paling mudah diakses, sejarah psikologi menjadi saksi atas kesulitan yang ekstrim untuk mendapatkan titik pandang yang tepat dalam studi tentang fenomena yang sedang dibahas.

Psikologi memang muncul dengan mengejutkan sejak awal sebagai salah satu di antara ilmu-ilmu yang Iain, tetapi selama berabad-abad psikologi tidak Iebih dari sekadar mencerminkan prasangka dan kesimpulan filsafat.

Ketika sudut pandang dunia metafisik berpindah ke ranah fenomena alam sadar, yang terakhir ini muncul sebagai manifestasi atau modus aktivitas jiwa, suatu entitas yang biasanya dianggap sangat substansial. Fenomena tertentu mengenai kesadaran disimpulkan dari definisi konseptual tentang jiwa.

Berdampingan dengan psikologi metafisik muncul psikologi empiris yang membuat objek introspeksi fenomena psikis, dan berusaha untuk menunjukkan hubungan ilmiah di antara keduanya. Kecenderungan metafisis dan empiris tidak berarti keduanya masing-masing dalam keadaan eksklusif.

Bahan empiris sampai batas tertentu digunakan dalam setiap jenis psikologi metafisik, dan psikologi empiris, di sisi lain menimbulkan masalah yang benar sebagai milik metafisika. Dalam hal ini, psikologi tidak berbeda dari ilmu-ilmu faktual lainnya.

Dan jika masalah metafisik muncul Iebih pasti dalam psikologi daripada di beberapa ilmu-ilmu yang lain, tak diragukan Iagi hal ini karena kedekatan antara modus subjektif dalam melihat isi kesadaran dan refleksi atas gerakan dalam kehidupan batin yang sesungguhnya membawa seseorang ke depan ke dalam sebuah pandangan eksistensi metafisik.

Berbagai kecenderungan dalam psikologi metafisik menunjukkan kemiripan yang sangat dekat dalam cara di mana fenomena psikis disimpulkan dari konsep jiwa, perbedaan yang muncul dalam definisi jiwa itu sendiri.

Kecenderungan empiris berawal dari metode yang sama, bahwa introspeksi; yang berbeda satu sama Iain terutama dalam prinsipprinsip yang digunakan dalam interpretasi data yang diungkapkan oleh introspeksi tersebut.

5 Bentuk tertua dari psikologi metafisik didominasi oleh kategori yang dikembangkan dalam wilayah ilmu alam, yang darinya mereka dipindahkan ke ranah kehidupan batin.

Oleh karena itu jiwa muncul sebagai sebuah entitas, substansi, yang sesuai dengan berbagai substansi dan benda-benda di dunia eksternal. Dengan demikian terjadi sebuah pembalikan lengkap dalam modus berpikir yang Iebih antropomorfik dan Ilebih akrab.

Inilah fakta psikis agar mereka dapat dianggap benar-benar nyata, yang dibawa di bawah konsep yang awalnya berasal dari wilayah alam eksternal. Perbedaan antara roh dan materi yang dikenal dalam sistem metafisik dengan demikian muncul kembali dalam psikologi dalam bentuk spekulasi mengenai sifat tentang jiwa.

Konsepsi yang paling alami di sini adalah dualisme, yang menentang substansi materi dan substansi jiwa. Upaya untuk mengatasi antitesis ini menuju pada psikologi spiritualistik, di mana proses fisik pada dasarnya dianggap aidentik dengan proses psikis, dan psikologi materialistis, di mana proses psikis dianggap hanya sebagai mode atau manifestasi materi. 

Konsep Psikologi Dualisme atau Dualistik


Dualisme adalah hasil dari pengenalan ide-ide pra-rilmiah ke seluruh pandangan dunia di mana fenomena realitas telah mengalami sedikit interpretasi atau tanpa interpretasi. Bagi pemikiran primitif, manusia,

seperti segala sesuatu yang lain dl dunla. adalah gabungan dari tubuh dan jiwa. Manakala pengetahuan mereka bertambah. banyak objek yang kehilangan kehidupan jiwanya. sehlngga pada akhlrnya hanya tinggal makhluk hidup yang memillki kualltas pslkis.

Konsepsi masyarakat primitif ini membentuk pokok persoalan psikologi rakyat. Mereka menarik bagi sejarah psikologi, karena mereka telah dijadlkan objek pemikiran alam sadar dan telah diangkat ke martabat teorl pslkologis.

Dari representasi awal filsafat Oriental hingga zaman Plato. kaml menemukan sebuah dualisme primitif yang mengajarkan bahwa Jiwa hanya mengarah pada eksistensi bayangan setelah berpisah dengan tubuhnya.

Usaha pertama untuk memberikan penjelasan yang berhubungan dengan fenomena mental dalam kerangka pandangan dunia metafisik dilakukan oleh Heraclitus dari Efesus. Sistem Heraclitus. seperti sistem pendahulunya, adalah monistik menurut pengertian Istilah primitif.

Semua hal, termasuk jiwa. berasal dari api. jiwa muncul pada tahap evolusi unsur universal di mana istirahat yang selanjutnya adalah sampai di dalam bumi dan menguap menjadi api. Dalam organisme manusia, tubuh menggambarkan elemen bumi. dan jiwa menggambarkan elemen api.

Melalui napas, ia mengambil bagian alam udara yang hangat dan dengan demikian secara rasional sama seperti yang seharusnya dimiliki. Asal mulanya dan kehancurannya hanyalah merupakan fase umum dari gerakan ritmis dalam eksistensi: “Kematian jiwalah yang menjadikan air, dan kematian air yang menjadikan bumi.

Tapi air berasal dari bumi. dan dari air, muncullah jiwa.” Perbedaan yang dialami antara tubuh dan jiwa dijelaskan oleh Heraclitus melalui hipotesis bahwa mereka mewakili dua tahap dalam perkembangan api.

Pengetahuan tentang jiwa oleh karena itu mengandaikan pengetahuan tentang realitas secara keseluruhan. Seperti alam semesta. ia adalah sesuatu yang tak terduga, seperti pepatah terkenal memberikan kesaksiannya: “Anda tidak akan menemukan batas-batas jiwa dengan mengembara ke segala arah.”

Setelah kita mengenal Empedocles dari Agrigentum, Ionic Hilozoisme tersebut menjadi dualistik yang konsisten. Memang benar bahwa Empedocles mereduksi semua hal menjadi hubungan antara materi dan kekuatan.

Teori Dualistik dan Konsep Pemahaman Dualistik Metasfisik

Materi terdiri dari empat elemen, sementara kekuatan memanifestasikan dirinya dalam interaksi tarikan dan tolakan, kiasan itu disebut cinta dan benci.

Namun jiwa tidak terpengaruh oleh teori-teori fisika. Hipotesis dalam filsafat alam menjeaskan bahwa jiwa, seperti segala sesuatu yang Iain, terdiri dari berbagai elemen gabungan dalam proporsi yang tepat yang kemudian bercampur dengan ide-ide keagamaan yang menurutnya jiwa seseorang hanyalah bagian dari jiwa dunia.

Unsur-unsur itu sendiri kini berubah menjadi para dewa; jiwa ini mampu memiliki eksistensi yang terpisah dari materi, dan doktrin metempsychosis dengan jelas menunjukkan hubungan tersebut dengan ide-ide Pythagoras.

Psikologi Pythagoras, dari semua hal dimana kami dapat memastikan mengenai materi ini, juga bersifat dualistik dalam karakternya. Pepatah yang menyatakan bahwa jiwa adalah sebuah harmoni, atau memiliki harmoni, sudah ada dalam mazhab Pythagoras, sebuah pernyataan yang memiliki signifikansi yang samar-samar.

Namun berada di luar pertanyaan bahwa dualisme tubuh dan soid bagi pemikiran Pythagoras hanyalah pengulangan dari antitesis yang sudah dikenal antara yang tak terbatas dengan yang terbatas, antara materi dan kekuatan.

Sebuah bentuk baru dualisme, di mana prioritas roh atas materi pertama-tama menerima pengakuan, diwakili oleh Anaxagoras. Terhadap campuran yang tak dapat dibedakan dari semua hal, yang mewakili dunia material, hal ini bertentangan dengan prinsip homogen dan independen yang melengkapi kondisi gerakan. Prinsip gerakan ini pada saat yang sama merupakan prinsip ketertiban dan kecerdasan.

Dalam deskripsi tentang prinsip ketertiban dan kecerdasan akan kecenderungan tentang spiritualisme mumi dapat dirasakan. Ia tidak bercampur, tunggal, dan bebas dari penderitaan. la memerintah diri sendiri; ia memiliki semua pengetahuan dan kekuasaan yang sangat besar.

Di sisi Iain, kita menemukan ide tersebut bertahan dalam Anaxagoras bahwa roh tidak Iain adalah bagian atau fragmen dari materi. la menyebutkannya Dia sebagai “yang paling murni dan terbauk dari segala sesuatu," dan jiwa sekali lagi menjadi bagian dari esens. spiritual yang melingkupi berbagai benda, “sekarang meningkat, sekarang semakin berkurang.”

Meskipun spekulasi teoritis sering berkembang ke doktrin tentang eksistensi spiritual murni dalam jiwa, teori itu tidak berkembang, tidak didukung, konsepsi yang telah menjadi andalan dualisme, yakni konsepsi keabadian.

Keyakinan tentang keabadian juga tidak berasal dari kultus jiwa agama populer Yunani. Namun ia berasal mistisisme, yang memiliki kelompok pendukung di antara orang-orang Yunani dan berdampingan dengan agama populer, yang hanya sedikit diperhatikan oleh yang terakhir.

Dalam misteri gaib dan misteri Eleusinian terdengar gema kebijaksanaan duniawi India kuno yang menurutnya, tubuh adalah kuburan bagi jiwa. lde keabadian ditemukan di tanah yang subur dalam kultus Dionysos di mana pengalaman ekstasi memberikan bahan yang cukup mencengangkan bagi hipotesis spiritualistik.

Gerakan dan pandangan yang merasakan kejang di saat mengalami ekstasi dari dewa tentu menjelaskan tentang sebuah ranah yang dihapus dari realitas hidup sehari-hari. Kepercayaan tentang keberadaan jiwa yang terpisah yang dialami oleh mimpi dan kesadaran diri menjadikan hal itu dikuatkan pengalaman selama ekstasi. ltu adalah sebuah Iangkah yang mudah dari titik ini kepada doktrin keberadaan ganda pada tubuh dan jiwa.

Turun dari ketinggian ekstasi emosional, dimanajiwa telah diangkat dan dilepaskan sementara dari tubuh, dengan realitas kehidupan tubuh, kemudian datang untuk merasakan sebagai bagian dari satu dunia ke dunia yang lain.


Dimasukkannya konsepsi ini dalam pandangan dunia teoritis membawa dualisme psikologis ke titik tertinggi dalam perkembangannya, sebuah titik yang dicapai dalam filsafat Plato.

Dalam teori Plato tentang ide, jiwa diletakkan dalam posisi menengah antara dunia ide dan dunia materi, karena jiwa mengetahui ide, tapi jiwa sendiri terbelenggu pada tubuh. Kontradiksi mendasar antara pengalaman dan dunia konseptual.

yang berjalan di sepanjang sistem Platonis, di mana pun tidak mengungkapkannya secara lebih mencolok dibandingkan hubungan antara tubuh dan jiwa. Mereka tidak merupakan suatu kesatuan organik; tubuh lebih muncul sebagai hambatan yang menghalangi jiwa dalam mencapai pengetahuan dan kehidupan yang benar.

Perbedaan yang lengkap antara tubuh dan jiwa memang merupakan syarat bagi keabadian. Dualisme yang jelas ini muncul kemblali dalam konstitusi empiris pada jiwa, yang berisi dua elemen, yakni alami dan supranatural.

Perbedaan antara spiritual dan alam mengasumsikan bentuk yang lebih mencolok dalam pemikiran Plato daripada dalam pemikiran Anaxagoras. Meskipun hubungan antara tubuh dan jiwa menjadi teka-teki yang tidak terpecahkan, jiwa dengan demikian menjadi obyek daya tarik tertinggi bagi spekulasi. 


Jika pengetahuan tentang dunia empiris bagi Heraclitus merupakan prasyarat bagi pengetahuan jiwa, seperti yang telah kita Iihat, hubungam di sini adalah benar-benar terbalik: pengetahuan jiwa membentuk satusatunya jalan bagi pengetahuan tentang dunia.

Plato dengan demikian menarik konsekuensi sepenuhnya sebagaimana dalam posisi kaurn Sofis dan Socrates, dan keberadaan psikologi sebagai ilmu mandiri benarbenar terjamin. Tidaklah mungkin untuk membawa dualisme ini ke titik yang lebih tinggi dalam perkembangan daripada yang dapat dicapai dalam Plato.

Belum sampai permulaan era modern dalam spekulasi filosofis, kita telah menemukan dualisme sama-sama konsistennya dan menyeluruh, meskipun sekarang didasarkan pada formulasi konseptual yang berbeda.

Sejumlah ciri dualistik juga muncul dalam psikologi Aristoteles, dimana pengandaian metafisiknya menyebabkan dia membuat perbedaan antara pikiran aktif dan pikiran pasif. Pikiran aktif berasal dari garis kedewaan, yang dipisahkan dari perkembangan organik dalam kehidupan mental manusia, dan memasuki kehidupan ini dari luar.

Teori metafisik dan Sumber Kebenaran Metafisika

Seperti itulah kontradiksi Aristoteles, pakar dalam seni manipulasi konseptual. Teori metafisiknya menyatakan bahwa setiap gerakan mensyaratkan tiga kondisi, sesuatu yang digerakkan, sesuatu yang menggerakkan sekaligus digerakkan, dan

akhimya, sesuatu yang digerakkan oleh penggerak, yang menyarankan solusi: pikiran dalam jiwa manusia dibuang fungsinya sehingga sama dengan pikiran kedewaan di alam semesta secara keseluruhan, yaitu yang tidak dapat bergerak yang digerakkan sehingga seperti dewa, ia merepresentasikan batu evolusi organik.

Sumber ide dualistik yang mirip dengan kultus Dionysian dapat ditemukan dalam representasi jiwa Ibrani. Fusi antara konsepsi Ibrani dan konsepsi Yunani dalam psikologi Yahudi Aleksandria digam barkan dalam sistem Philo, orang yang sezaman dengan Yesus, yang menurutnya tubuh manusia terdiri dari unsur-unsur bumi, sedangkan jiwa, yang jejak keturunannya dengan dewa terdiri dari eter.

Sejarah Psikologi : Hubungan Antara Kecenderungan Metafisika Dan Kecenderungan Empiris, Dualisme Platonis di sini terlihat mendekati Iagi konsepsi gaib Pythagoras, sehingga memberikan jalan bagi teori supranatural dalam kehidupanjiwa untuk jangka waktu yang lama yang mendominasi spekulasi filosofis. Di sini juga, diferensiasi dipengaruhi antara dua faktor yang telah bersatu dalam pengertian tradisional tentang lea, faktor fisiologis, kekuatan vital, dan factor psikologis, yakni kesadaran.


Penelusuran yang terkait dengan Sejarah Psikologi : Hubungan Antara Kecenderungan Metafisika Dan Kecenderungan Empiris

sejarah filsafat islam
makalah filsafat islam
sejarah filsafat islam pdf
ciri ciri pragmatisme
contoh filsafat islam
contoh pragmatisme
contoh pragmatisme dalam kehidupan sehari-hari
contoh kasus pragmatisme

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel